Sabtu, 23 Januari 2010

Setiap Orang itu Unik

Hasil penelitian berikut mungkin bisa menjelaskan hal tersebut lebih lanjut.

Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dolores Albaraccin (profesor dibidang psikologi pada Universitas Illinois) dan William Hart (Universitas Florida) menhasilkan suatu kesimpulan yaitu 2 siswa mungkin merespon dengan cara yang cukup berbeda terhadap nasihat yang diberikan oleh gurunya bahwa mereka harus berusaha keras untuk keunggulan.

Seseorang mungkin terpacu untuk mencoba dengan lebih keras, dimana yang lainnya menjadi kurang termotivasi.

Mereka yang menghargai keunggulan (excellence) dan kerja keras umumnya akan beekrja lebih baik pada tugas-tugas khusus saat mereka diingatkan mengenai nilai yang mereka anut. Tetapi, saat suatu tugas dipresentasikan sebagai menyenangkan, peneliti melaporkan, individu tersebut sering bekerja lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang kurang termotivasi untuk berprestasi.

Penelitian tersebut juga menyarankan bahwa mereka yang “tidak tertarik secara kronis terhadap prestasi” (chronically uninterested in achievement) tidak menunjukkan hasrat untuk melakukan sesuatu dengan buruk. Prof. Albraccin mengungkapkan bahwa respon berbeda yang mereka tunjukkan mungkin secara sederhana merefleksikan fakta bahwa mereka memiliki tujuan-tujuan yang berbeda.

Pola pikir kompetitif, pola pikir prestasi menjadi de-motivator yang besar bagi orang yang tidak menghargao keunggulan sebesar mereka menghargai kesejahteraan, menurut Prof Albraccin. Lanjutnya, alasan dibalik ketidakinginan mereka untuk melakukan sesuatu dengan baik karena mereka ingin melakukan hal yang lain, mereka ingin menikmati hidup mereka sendiri, suatu tujuan yang tidak buruk.

Dalam 4 penelitian, para peneliti tersebut mengevaluasi bagaimana sikap partisipan terhadap prestasi yang mereka sebut “motivasi berprestasi kronis” (chronic achievement motivation) memengaruhi performa mereka pada berbagai macam tugas.

Para peneliti menemukan bahwa mereka dengan motivasi berprestasi tinggi bekerja lebih baik pada suatu tugas saat mereka diberikan “subconcious priming” ( kata pada layar komputer yang ditayangkan sekilas, sebagai contoh, yang terlihat terlalu singkat untuk diperhatikan secara sadar) yang berhubungan dengan kemenangan, kemahiran, atau keunggulan. Mereka dengan motivasi berprestasi yang rendah bekerja denag lebih buruk pada kondisi yang sama. Saat diberikan suatu pilihan, mereka dengan motivasi berprestasi tinggi lebih cenderung untuk kembali mengerjakan interrupted task, seperti puzzle mencari kata, yang kepada mereka dijelaskan bahwa tugas tersebut menguji kemampuan penalaran verbal mereka, dibandingkan rekan sebaya, yang cenderung untuk berpindah ke tugas yang dirasakan menyenangkan.

Tapi dalam suatu studi akhir, peneliti menemukan bahwa mereka dengan motivasi berprestasi tinggi bekerja lebih buruk pada word-search puzzle saat mereka diterangkat bahwa kegiatan yang dilakukan menyenangkan dan mereka telah diberikan primes prestasi seperti “excel”, “compete” atau “dominate”. Peserta lain yang tidak termotivasi untuk berprestasi melakukan kegiatan tersebut lebih baik pada kondisi yang sama.

Temuan ini juga menyarankan bahwa primes prestasi menghambat hasrat untuk bersenang-senang pada mereka yang termotivasi untuk berprestasi. Akan tetapi, mereka yang kurang memiliki memotivasi berprestasi, petunjuk yang sama terlihat memperkuat hasrat dan kemampuan mereka untuk mengerjakan tugas yang terlihat menyenangkan.

Sumber :

Diunduh dari “www.sciencedaily.com”, 21 Januari 2010 pukul 20.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar